Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Ronny P. Sasmita, menilai jika memang Pemilihan umum (Pemilu) 2024 ditunda akan terjadi instabilitas politik yang berujung bisa mengganggu kinerja ekonomi nasional.
“Berandai-andai bahwa jika Pemilu ditunda, saya menduga akan terjadi instabilitas politik. Partai politik, elit politik, dan aktifis akan melakukan perlawanan politik dalam skala yang cukup besar, bahkan berpotensi menyebabkan “political chaos”, yang sangat berpeluang mengganggu kinerja ekonomi nasional,” kata Ronny kepada Liputan6.com, Jumat (3/3/2023)?
Dia menyebut, vonis tersebut sangat kontroversial dan dipersoalkan oleh banyak pakar hukum tata negara karena dianggap menyalahi wewenang.
Selain itu kapabilitas dan kapasitas pemerintah yang sedang berkuasa dalam menjalankan perintah UU terkait dengan pelaksanaan pemilihan secara berkala akan dipertanyakan banyak pihak.
“Bahkan pemerintah akan dicurigai memiliki niat terselubung yang dikaitkan dengan agenda liar perpanjangan masa jabatan presiden atau presiden tiga periode,” ujarnya.
Ketidakpercayaan dan kekecewaan ini akan berujung mobilisasi politik besar-besaran, yang akan membuat situasi nasional menjadi tidak menentu dan tidak pasti. Maka saat itulah ekonomi akan terganggu dan pasar bereaksi sangat negatif.
“Jadi, adanya berbagai upaya untuk menjegal pemilu akan sangat kontraproduktif terhadap proses konsolidasi demokrasi di satu sisi dan proses konsolidasi ekonomi nasional di sisi lain,” ujarnya.
Dorong KY
Oleh karena itu, pemerintah harus benar-benar membuktikan dukungan kepada KPU dalam melawan putusan tersebut. Selain itu, menurutnya, Pemerintah juga perlu mendorong Komisi Yudisial untuk turun tangan memeriksa hakim-hakim yang memutuskan tersebut, mengapa sampai ada keputusan semacam itu.
“Hal ini perlu dilakukan pemerintah untuk memberikan kepastian kepada publik bahwa demokrasi Indonesia akan terus berjalan sebagaimana semestinya. Di satu sisi dan memberikan sinyal kepada pasar bahwa demokrasi Indonesia tetap ramah pada aktifitas ekonomi,” pungkasnya.
PN Jakpus Mengelak Putusan Gugatan Partai Prima Disebut Menunda Proses Pemilu 2024
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Zulfikli Atjo mengelak, saat putusan dari gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur atau Partai Prima disebut menunda proses Pemilu 2024. Menurut dia, tidak ada kata menunda dalam amar putusan hakim sehingga penafsiran menunda dianggapnya telah keliru.
“Dalam amar itu tidak spesifik menyatakan bahwa menghukum tergugat (KPU) untuk menunda pemilunya, coba baca,” kata Zul kepada awak media, Jumat (3/3/2023).
Zul lalu membacakan salah satu amar putusan yang berkait asumsi penundaan. Diketahui, amar itu berbunyi menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari.
“Jadi mengenai apakah itu menunda pemilu? Itu ya silahkan diartikan, tapi itulah amar putusan yang dikeluarkan oleh PN Jakpus,” jelas Zul.
Zul kemudian mempersilakan pihak yang keberatan, dalam hal ini tergugat bisa melakukan upaya hukum banding. Hal itu diperkenankan sejak putusan dibacakan dalam rentang waktu dua pekan.
“Tentunya berdasarkan undang-undang apabila ada pihak yang tidak menerima putusan ini dapat menyatakan banding, upaya hukum 14 hari setelah amar putusan dibacakan,” dia menandasi.
Wamenkumham: Putusan PN Jakpus soal Penundaan Pemilu 2024 Belum Inkrah
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy Omar Sharif Hiariej mengatakan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) soal penundaan Pemilu 2024, belum inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Untuk itu, dia enggan berkomentar banyak soal putusan PN Jakpus tersebut.
“Putusan itu belum inkrah, maka kita tidak boleh berkomentar. Ya. Itu etikanya begitu ya. Dan saya tidak akan kasih komentar apa-apa karena putusan itu belum inkrah. Itu saja intinya,” kata Eddy di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (3/3/2023).
Eddy menyampaikan sebagai pejabat negara dirinya harus berhati-hati dalam berkomentar dan menghormati sesama lembaga negara. Terlebih, putusan PN Jakarta Pusat itu belum berkekuatan hukum tetap.
“Bahwa pengadilan itu pada kekuasaan yudikatif perkara ini belum inkrah. Biarkanlah perkara itu berjalan sampai betul-betul dia sudah punya kekuatan hukum tetap, baru kita berkomentar,” jelas dia.
Sementara itu, Ketua KPU Hasyim Asy’ari memastikan tak ada penundaan pemilihan umum pasca putusan peradilan perdata Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan Partai Prima terkait penundaan Pemilu 2024.
Kendati demikian, pihaknya bakal menunggu salinan resmi dari PN Jakpus ihwal perkara tersebut.
“Kami di internal KPU sudah rapat membahas substansi dari putusan dari Pengadilan Negeri Jakpus ini dan kami menyatakan nanti kalau sudah kita menerima salinan putusannya kita akan mengajukan upaya hukum berikutnya, yaitu banding ke pengadilan tinggi,” kata Hasyim dalam konferensi pers secara daring, Kamis (2/3/2023).
“Dengan demikian, nanti kalau kami sudah bersikap secata resmi dalam arti mengajukan upaya hukum perlu kami tegaskan bahwa KPU tetap akan menjalankan tahapan-tahapan Pemilu 2024 ini,” sambungnya.