Perbankan internasional saat ini dimungkinan untuk memiliki aset kripto namun harus memenuhi persyaratan yang cukup ketat. Di mana, jika berkaca dari peraturan internasional, salah satu syarat bank bisa memiliki aset kripto menilik dari sisi Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
Ini diungkapkan Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara kepada media di Balikpapan, pekan ini. Aturan internasional menetapkan bank bisa memiliki aset kripto asalkan memiliki ATMR sebesar 1.250 persen.
ATMR merupakan risiko atas modal berkaitan dengan dana yang diinvestasikan pada aktiva berisiko rendah ataupun yang risikonya lebih tinggi dari yang lain.
“Jadi kalau di dunia internasional itu, bank internasional itu kalau mau kripto maka ada persyaratan permodalan. Jadi ATMR 1.250 persen. Jadi boleh tapi tidak disarankan,” jela dia.
Mirza mengakui jika saat ini pandangan bank internasional terhadap kripto mulai sedikit berubah dibandingkan 3 tahun lalu. Alasannya, banyak para nasabah bank internasional tersebut sudah mulai melirik aset kripto.
Selama ini, kripto masih menjadi perdebatan di dunia. Meski kemudian sudah mulai sedikit melunak seperti terlihat pada aturan permodalan ATMR.
“Sekarang sudah sebenarnya bisa menerima tapi dengan berat hati terkait kripto itu. Jadi di internasional itu pokoknya bank internasional kalay mau involve di kripto ada syarat modalnya,” jelas dia.
Pada aturan permodalan ATMR 1.250 persen ini, menetapkan jika setiap Rp1 aset kripto yang dimiliki perbankan harus dicover oleh 1 modal dan tidak boleh menggunakan dana pihak ketiga (DPK).